Sabtu, 02 Mei 2009

Hati - Hati Produk Herbal Ilegal

Jakarta - Sebanyak 2% obat-obat herbal dari luar negeri masuk secara ilegal ke Indonesia. Obat-obat itu beredar tidak memenuhi syarat yang sudah ditetapkan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). Obat-obatan itu diselundupkan walaupun Bea Cukai sudah mengupayakan national single window.
“Obat-obat itu bisa masuk dalam jumlah besar diselip dalam kontainer. Pemeriksaan Bea Cukai masih acak sehingga sering lolos. Mereka masuk dan beredar tidak memenuhi syarat BPOM. Masyarakat diminta membantu melaporkan obat-obatan tersebut kepada balai pengawasan obat dan makanan terdekat,” kata Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Dr Husniah R Thamrin Akib, MS, MKes. SpFk dalam workshop tentang sediaan obat herbal minggu lalu.
Kebanyakan obat-obat herbal dari luar negeri ini, menurutnya, mengandung Bahan Kimia Obat (BKO) yang berbahaya jika digunakan terus-menerus. “Taiwan, Cina, Jepang, dan India masih mengizinkan penggunaan BKO. Indonesia tidak mengizinkan penggunaan BKO pada obat-obat herbal. Kita sedang membersihkan obat herbal kita, tapi justru kemasukan obat-obat luar yang mengandung BKO. BPOM bertugas untuk mengawasi obat-obatan agar aman bagi masyarakat,” jelasnya.


Peningkatan
Memang akhir-akhir ini, tingkat kepercayaan orang terhadap obat modern merosot, sedangkan pada obat herbal terjadi peningkatan. Ini terlihat pada pertumbuhan pasar obat Indonesia, pada tahun 2003 posisi obat modern Rp 17 triliun (89,5%) dan pada tahun 2005 turun menjadi Rp 21,3 triliun (88%). Pada obat herbal pertumbuhan pasarnya pada tahun 2003 adalah Rp 2 triliun (10%) dan pada tahun 2005 meningkat menjadi Rp 2,9 triliun (12%). Industri farmasi, Dexa Medica, memperkirakan pada tahun 2010 pertumbuhan pasar obat modern akan merosot lagi menjadi Rp 37,5 triliun (84%), sedangkan obat tradisional meningkat menjadi Rp 7,2 triliun (16%).
“Ini disebabkan beberapa hal, yaitu semangat back to nature dan obat herbal diyakini lebih aman untuk jangka panjang. Sediaan obat herbal juga semakin modern dan praktis dengan khasiat terbukti manjur. Harga obat herbal relatif lebih terjangkau dan mudah didapat,“ demikian Ferry A. Soetikno dari Dexa Medica Group dalam acara workshop wartawan tentang sediaan obat herbal minggu lalu di Jakarta.
Menurut data Badan Pengawasan Obat dan Makanan, pada tahun 2000, total pasar obat herbal dunia adalah 20 miliar dolar AS, terdistribusi ke wilayah Eropa 34%, Amerika Utara 22%, Asia 39%, dan wilayah lainnya sebesar 5%.
Indonesia sebenarnya merupakan megasenter keanekaragaman hayati dunia. Kurang lebih 30.000 jenis tanaman ada di negeri ini dan lebih dari 1.000 jenis adalah tanaman obat.
“Wajar jika industri farmasi berminat mengembangkan obat dari bahan alami ini, karena bahan baku melimpah, proses dan kompetensi produksi tersedia, investasi tidak terlalu tinggi dibandingkan dengan riset molekul obat baru dan pasar domestik dan ekspor menjanjikan,” demikian Husniah.

Obat Bahan Alam
BPOM mengklasifikasikan obat bahan alam (OBA) terdiri dari jamu, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka. Jamu adalah obat bahan alam yang khasiat penggunaannya didasarkan pada data/pengalaman empirik yang bersifat turun menurun. Obat Herbal terstandar (OHT) adalah sediaan obat alami dengan bahan baku yang telah terstandarisasi dan dilakukan uji preklinik (uji khasiat dan toksisitas pada hewan coba).
Fitofarmaka adalah sediaan obat alami dengan bahan baku yang telah distandardisasi, dan telah dilakukan uji praklinik, yaitu uji khasiat, dan toksisitas pada hewan coba dan uji klinik, yaitu uji pada orang sakit.
Husniah menjelaskan bahwa sampai Kamis (10/8), Indonesia baru memiliki lima jenis fitofarmaka, yaitu Nodiar (PT Kimia Farma), Rheumaneer (PT Nyonya Meneer), Stimuno (PT Dexa Medica), Tensigard Agromed (PT Phapros), dan X-gra (PT Phapros). “Menguji keamanan, efektivitas dan khasiat obat bahan alam ini tidak cukup dengan percobaan pada beberapa orang saja, tetapi harus memastikan bahwa obat ini aman, efektif dan berkhasiat bagi semua orang. Pengujian ini yang makan waktu dan biaya. Ini tugas dari Balitbangkes, Departemen Kesehatan,” katanya.
Sayangnya juga, menurut Husniah, pada umumnya produk herbal belum banyak dimanfaatkan pada pengobatan formal melalui dokter, puskesmas, maupun rumah sakit sehingga belum dapat dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat.



Comments :

0 komentar to “Hati - Hati Produk Herbal Ilegal”


Posting Komentar